Jakarta - Pada 10 Oktober yang lalu Kementrian Kesehatan (Kemkes) meluncurkan Iklan Layanan Masyarakat (ILM) Korban Rokok di seluruh stasiun televisi di Indonesia, juga beberapa bioskop dan Youtube selama satu bulan. ILM yang bertajuk "Berhenti Menikmati Rokok Sebelum Rokok Menikmatimu" ini, berisi testimoni salah satu korban rokok yang terkena kanker tenggorokan bernama Manat Hiras Panjaitan.
ILM yang bertujuan untuk membangun kesadaran masyarakat akan bahaya rokok ini, ternyata sebelumnya ditolak tidak disepakati KPI (Komisi Penyiaran Indonesia). Bahkan menurut Agatha Lily, Komisioner KPI Pusat, hingga hari ini KPI masih berusaha mengkomunikasikan ke pihak Kemkes walaupun tidak pernah berhasil mencapai titik temu.
"Buat saya itu sudah kebablasan. Menampilkan seseorang dengan kondisi tenggorokan yang bolong sudah membuat masyarakat yang melihat tidak nyaman. Hal itu juga dilarang di dalam P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran)," pungkas Lily di kantor KPI Pusat, Jakarta, Senin (1/12).
Di dalam P3SPS tersebut dikatakan Lily, dilarang menunjukkan bagian tubuh yang luka dan sebagainya karena takut menimbulkan trauma atau situasi kurang nyaman.
"Kita sudah minta dihilangkan, namun tetap dijalankan," tandasnya.
Tidak hanya itu, KPI juga meminta Kemkes untuk tidak mencantumkan gambar peringatan kesehatan yang menunjukkan seorang laki-laki yang sedang merokok dan asap merokok mengepul serta dua gambar tengkorak di atas tulisan "merokok membunuhmu" di iklan televisi. Namun, lagi-lagi menurut Lily hal tersebut masih menjadi perdebatan.
"Melihat kondisi ini tentu kita ingin segera bertindak. Dan beberapa waktu lalu kita sudah ketemu Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) dan mendapat angin segar. Dimana ia bilang untuk menguatkan KPI sebaiknya tidak menunggu Undang-Undang untuk dibuat, tapi kita membuat peraturan bersama," tandasnya.
Hal itu juga diamini Fajar A. Isnugroho, Komisioner Bidang Kelembagaan KPI Pusat, menurutnya kalau semua yang tayang merupakan ranah KPI, tidak bisa dicampuri lembaga lain.
Penulis: Kharina Triananda/AF
No comments:
Post a Comment